Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan Konsensus Lima Poin sebagai satu-satunya pendekatan ASEAN untuk membantu menyelesaikan konflik di Myanmar dan itu harus menjadi satu-satunya jalan bagi keterlibatan junta militer.
“ASEAN tidak boleh didikte oleh junta militer Myanmar,” kata Menlu dalam pernyataan pers bersama dengan Kementerian Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir, Kamis (29/12).
Menurut laporan Reuters, kelompok beranggotakan 10 negara tersebut mengalami perselisihan internal mengenai apakah akan melibatkan militer yang merebut kekuasaan pada 1 Februari tahun lalu melalui kudeta yang menggagalkan satu dekade kemajuan demokrasi dan menjerumuskan Myanmar ke dalam konflik dan kehancuran ekonomi.
Para pejabat tinggi Myanmar dilarang menghadiri KTT ASEAN karena mereka dianggap gagal memenuhi janji tahun lalu untuk memulai pembicaraan dengan pihak oposisi terkait dengan pemerintahan sipil yang digulingkan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Namun, Thailand pada Kamis, 22 Desember, sewaktu menjadi tuan rumah pembicaraan regional untuk membahas krisis di Myanmar, mengundang para menteri junta. Pembicaraan itu tidak dihadiri beberapa anggota penting ASEAN meskipun mereka diundang.
Anggota-anggota kunci yang absen dari pembicaraan itu adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura, pengkritik paling vokal junta di ASEAN.
Pembicaraan regional pada hari Kamis itu dihadiri para menteri junta militer, dan menteri-menteri luar negeri dari Laos, Kamboja dan Vietnam, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Kanchana Patarachoke.
Tidak ada hasil nyata yang dicapai dalam pembicaraan tersebut, yang menurut Kanchana berfokus pada bantuan kemanusiaan dan menemukan cara untuk mengimplementasikan rencana perdamaian ASEAN yang dikenal sebagai Konsensus Lima Poin. [ab/uh]
Sumber: www.voaindonesia.com